Rabu, 23 Januari 2008

Buat Nanda

Nak, aku tak bisa tidur. Teringat akan diskusiku dengan seorang Ummahat tempo hari. Aku bertanya, ”Bagaimana sih sebetulnya cara membuat blue print untuk pengasuhan anak itu? Apakah perlu dibuatkan semacam ’manhaj’ tumbuh kembangnya selama beberapa tahun ke depan?”. Hmm, serius ya! Ya iyalah, kalo untuk mengelola organisasi, perusahaan, bahkan halaqoh saja, aku rela membuatkan proker yang mendetail hingga target pekanan. Kenapa untukmu tidak?

Lalu Ummahat itu menjawab, ”Ya, itu langkah yang cerdas. Akan tetapi, yang jauh lebih penting dari itu semua adalah ’keteladanan’. Serapi apapun blue print yang kita buat, kalo kita sendiri tidak terlebih dulu mencontohkan akhlak yang karimah, ya percuma aja. Sebaliknya kalo kita sudah bisa menjadi teladan, semua akan jauh lebih mudah, karena tinggal menjadikan mereka duplikasi kita aja”.
”Hmm”, aku manggut-manggut, terinspirasi betul oleh kata-katanya.
”Dan”, Ummahat itu melanjutkan. ”Keteladanan itu harus dimulai bahkan sejak kita masih single, jangan menunggu sampai mengandung apalagi sampai mereka besar”.

Ummahat itu benar, sebanyak apapun buku-buku positive parenting yang kupelajari, semua itu akan muspro kalo aku sendiri belum bisa jadi teladan yang baik bagimu. Mulai saat itu, aku berjanji akan selalu memperbaiki diri, serta lebih berhati-hati dengan setiap ucapan dan perbuatanku.

Nak, aku hanya ingin kau tahu. Bahwa aku mencintaimu, bahkan sejak saat engkau belum dilahirkan. Semua akan kulakukan, asal kau bisa tumbuh menjadi hamba yang tulus dan dicintai-Nya. Kelak, jadilah anak yang sholih dan berbakti.
Soerabaia, 170108 pk.02.58

(Hani Fatma Yuniar)

Positive Parenting : Beri Imunisasi untuk Jiwanya

Oleh Fauzil Adhim

Istri saya menangis. Hari itu Fatimah, anak saya yang pertama, bercerita kepada ibunya tentang apa yang dijumpai dalam perjalanan pulang dari sekolah. Dua anak berseragam SMP berlainan jenis kelamin, menyepi berdua-duaan di lapangan dekat sekolah. Siswa laki-laki mendekatkan wajahnya, sehingga keningnya bertemu dengan kening temannya yang perempuan. Pipi bertemu dengan pipi, dan selebihnya saya tidak cukup tega untuk menceritakan kepada Anda.

Terus mereka pegang-pegangan, kata Fatimah melanjutkan, itu kan ngga boleh ya bunda? Istri saya tersentak. Cerita yang sama sekali tak terduga. Sama seperti pertanyaan yang datang dengan tiba-tiba, kerap membuat kita terkesiap akibat pertanyaan anak datangnya selalu lebih cepat daripada jawaban yang tersedia di kepala kita. Maka sungguh kita tak pernah cukup mengantarkan mereka dewasa kalau kita hanya mengumpulkan perbendaharaan jawaban yang berlimpah. Yang harus kita miliki adalah arah yang kuat dalam mendidik anak, cita-cita yang besar, visi yang jelas, dan kesediaan untuk terus belajar. Kuncinya, Allah tunjukkan dalam surah An-Nisa.

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa pada kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (qaulan sadida). (QS. AN-Nisa [4] : 9)

Inilah yang harus kita berikan. Ini pula yang harus kita tumbuhkan dalam diri kita. Tetapi, astaghfirullah-azim, alangkah jauh kita dari Allah ta’ala. Alangkah rapuh ketakwaan kita kepada-Nya. Padahal Allah azzawa jalla telah menjanjikan memperbaiki amal-amal kita, tidak terkecuali dalam menyiapkan anak-anak kita menjadi kader dakwah yang iman selalu di hatinya, baik di saat tangan menggenggam dunia seisinya ataupun ketika dunia terlepas dari dirinya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (Q.S Al-Ahzab [33] : 70-71)

Tak ada jalan lain menghadapi cerita pertanyaan anak yang mengejutkan, kecuali memanfaatkan saat terbaik ini untuk memberi pengertian dan mengarahkan hatinya kepada kebaikan. Sesungguhnya kesediaan anak untuk bertanya kepada kita, seburuk apa pun pertanyaan yang ia berikan kepada kita, merupakan pertanda bahwa mereka memberikan kepercayaannya kepada kita untuk menjawab. Maka jalan terbaik adalah menghargai kepercayaanya dengan tidak mematikan kesediaanya untuk bertanya serta memberikan jawaban yang mengena dan menghidupkan jiwa.

Artinya, tak cukup hanya memberikan jawaban sehingga anak paham atau justru menimbulkan pertanyaan baru yang lebih membingungkan. Lebih dari itu, kita memberi jawaban sembari menumbuhkan pada dirinya amanah untuk bertindak. Amanah yang kelak Allah akan minta untuk dipertanggungjawabkan.

Berbuat Dosa

Mendengar cerita anak saya, istri saya kemudian berkata dengan suara yang dalam dan berat. Dia ajak Fatimah mendekat, sehingga adik-adiknya juga tertarik mendekat. Fathim, kata istri saya menahan tangis, ”mereka sebenarnya sedang berbuat dosa. Di antara mereka ada yang tidak tahu kalau itu perbuatan dosa karena mereka tidak pernah belajar agama. Tetapi ada juga yang sudah tahu. Mereka mengerti kalau perbuatan itu dosa, tetapi tidak mau menaati.”

Kalau mereka mengerti, kenapa mereka tetap berbuat yang ngga baik? Kan mereka bukan muhrim, Bunda? kata Fathim bertanya. Nak, untuk taat tidak cukup hanya mengerti. Mereka mungkin ingin menjadi orang yang baik dan tidak berbuat dosa. Tetapi, mereka tidak kuat menahan godaan, kata istri saya.

Memangnya mereka digoda? Siapa yang menggoda? Kan setannya ngga kelihatan, tanya Husain menyergah. Anak yang kedua ini memang sering membuat kejutan dengan pertanyaan yang kritis.

Kelihatan, Nak. Setan itu kadang menggoda lewat bisikan hati, kadang melalui manusia, kadang melalui televisi, kata istri saya menerangkan. Kemudian dia mengajak anak-anak itu berdiskusi tentang apa yang pernah mereka lihat di televisi, meski kami lebih memilih untuk tidak punya televisi di rumah.

Tetapi bukankah kereta api milik PJKA pun kadang tayangan yang disajikan sangat merusak mental anak? Bukankah di bandara pesawat televisi senantiasa menyala-nyala? Maka mereka dapat menyerap sebagian tayangan televisi di saat-saat yang tak terhindarkan itu. Kadang mereka bahkan menyerap tayangan televisi tanpa harus melihatnya.

Istri saya bertutur kepada mereka, seandainya televisi menayangkan program-program yang baik untuk menambah kemuliaan dan keimanan, insya Allah di rumah akan ada televisi. Tetapi memang tayangan-tayangan di televisi lebih banyak sampahnya daripada manfaatnya.

Tapi kan kita bisa lihat berita? Tanya fatimah. Iya, Nak. Tetapi di televisi lebih banyak gosip daripada berita. Kalau mau mencari berita, kita bisa baca di koran. Setiap hari di rumah kan sudah ada tiga koran, bisa kita baca. Itu pun kita harus berhati-hati. Tidak boleh langsung percaya, kata istri saya menjelaskan.

Ya, tidak setiap berita dapat kita percaya begitu saja. Tidak setiap yang disebut kebenaran di dalam koran dengan sendirinya bebas dari kesalahan. Dan ini harus kita sampaikan kepada mereka semenjak masa kanak-kanak agar kelak tidak menjadikan media sebagai tuhannya.

Ada yang harus kita cermati pada setiap berita, agar kita tak salah memahami dalam mengambil kesimpulan dan salah pula dalam mengambil keputusan. Sebuah berita yang disebut objektif, tidak dengan sendirinya terbebas dari kepentingan wartawan dan pemilik koran.

Sesungguhnya, tidak ada yang ma’shum di dunia ini selain Nabi. Tidak ada yang terjamin bebas dari salah dan dosa, meski ia seorang wartawan. Lebih-lebih jika berita itu datangnya dari orang-orang fasik dan kantor berita fasik. Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah mengingatkan dalam Alquran?

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang-orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS Al-hujurat [49]:6)

Jadi Orang Cerdas

Istri saya selalu bercerita tentang James Yee, ulama muslim pada militer Amerika Serikat yang menjadi korban paranoid pemerintahnya. Dia memang baru saja selesai membaca buku For God and Country yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dia bercerita kepada anak-anak bagaimana James Yee difitnah, dipenjara, dan dianiaya hanya dia karena seorang muslim. Media massa Amerika sempat menulis berita yang menjelek-jelekkan James Yee.

Karena itu Nak, kalian semua harus menjadi orang-orang cerdas. Kalian semua harus memiliki iman yang kuat. Kalian semua harus menjadi manusia-manusia cemerlang yang bisa menolong agama Allah, kata istri dengan mata yang berkaca-kaca. Kemudian dia mengusap kepala anak saya kelima, Muhammad Nafis Ramadhan, sembari berkata, kelak kamu harus memiliki bisnis yang besar. Dunia ada ditanganmu, Nak. Tetapi di hatimu hanya ada cinta kepada Allah.

Anak-anak kami yang lain menatap. Aku, Bun? Kalau sudah besar aku juga bisnis? Tanya Husain. Husain biasa memanggil ibunya dengan Bun, bentuk ringkas dari panggilan sayangnya Bunda.

Iya, Nak. Mukmin yang paling baik adalah yang paling kuat. Kuat imannya, kuat badannya, kuat usahanya, kuat segala-segalanya, kata istri saya. Namamu Muhammada Husain As-Sajjad. Ahli sujud. Jadi apapun kamu nanti, semuanya untuk bersujud kepada Allah.

Istri saya kemudian menengok kepada anak saya yang ketiga, Muhammad Hibatillah Hasanin. Kamu nak, semoga kelak seperti namamu, menjadi hadiah bagi orang tua dengan kebaikan. Kebaikan di dunia dan di akhirat, kata istri saya. Air matanya semakin tak bisa ditahan, meski belum jatuh.

Dan kamu, namamu Muhammad Nashiruddin An-Nadwi. Kelak, jadilah penolong agama Allah, ucap istri saya. Kemudian menarik napas dalam-dalam, membiarkan suaranya parau menahan tangis.

Nak, Ibu kadang-kadang melihat apa yang kamu jumpai saat di perjalanan, kata istri saya sembari menuturkan sebagian pengalamannya. Ibu lalu berdoa sambil menangis dalam hati. Ya Allah, lindungilah anak-anak kami dari keburukan dan kejahatan. Ya Allah jadikanlah mereka anak-anak yang bisa meninggikan kalimatmu. Ya Allah, jadikanlah mereka ahli berbuat kebaikan.

Istri saya menangis. Anak-anak saling berpandangan. Husain lalu berkata, jadi air mata bunda jatuh ke dalam hati?

Istri saya terdiam. Satu pelajaran telah kami ambil. Anak-anak harus diberi imunisasi jiwa. Bukan sterilisasi. Tetapi untuk melakukan imunisasi, jarum suntiknya harus steril. Dan jarum suntik itu adalah pendidikan.


Kaum Wanita Perubah Peradaban

36 tahun sudah aku menjadi perempuan

Baik dulu, sebagai anak... perempuan,
lalu menjadi seorang gadis... masih perempuan,
lalu berani memutuskan menjadi istri... juga perempuan...

hingga ku menjadi ibu saat ini aku tetap perempuan,
dan akan selamanya jadi perempuan


36 tahun sudah aku menjadi perempuan

Selama masa hidup yang panjang itu lama baru kusadari betapa sulitnya ternyata menjadi anak perempuan dulu itu
dan lebih sulit lagi menjadi istri yang telah kujalani sekian tahun ke sini
dan yang tersulit dari itu... ketika lahir anak-anakku... dan aku dipanggil:
IBU!

Menjadi ibu dan dipanggil ibu
sebab ada anak-anak yang lahir dan tumbuh besar semakin besar
di kedua lingkar tangan dan mata ini;
menjadi ibu dan dipanggil ibu
lantaran itulah terminal akhir dari perjalanan hidup dan kehidupan perempuan;
menjadi ibu semesta alam karena itulah puncak karir kehidupan

Begitulah aku selalu diajarkan

Tapi oiiii... alangkah sulitnya jadi kaum perempuan
Beban jadi orang perempuan ini beraneka ragam
Bukan hanya soal melahirkan, menjaga kesucian, atau harus ikut cari makan,
dan bahkan diserahi tanggung jawab pendidikan, tapi yang lebih lagi begini:
Para lelaki yang kami cintai
sampai hari ini masih juga belum mengerti si tulang-rusuk ambilan ini
membutuhkan kawan untuk berbagi

Apa yang diperjuangkan Ibu Kartini di negeri ini sering ditafsirkan
seenaknya sendiri
Lebih dari 100 juta kita, kaum perempuan di negeri ini
tidak benar-benar mengerti makna emansipasi
Dan mengapa kita perempuan yang musti mengubah peradaban ini?

Jika laki-laki memutuskan dengan akalnya, perempuanlah yang menggenapkan dengan hatinya
Jika laki-laki memandang dengan matanya, perempuanlah yang mengantarkannya pada jiwanya
Bukankah keadilan Tuhan sesungguhnya telah nyata
Segala yang dicipta saling berpasangan, saling melengkapkan, begitu seharusnya

Tak ada menang dan kalah dalam pengabdian ini,
tak boleh menafsirkan harmonisasi menjadi emansipasi,
Karena itulah izinkan aku berkata sejujurnya
bahwa engkau, aku dan 100 juta lebih kaum perempuan di negeri ini
bersama kaum lelaki
kita akan mampu memimpin negeri ini kembali berdiri

Jika kita mensyukuri keelokan budayanya
kaum lelaki adil membagi kekayaan alamnya
Jika kita menjaga keindahan tata kehidupannya,
kaum lelaki mendahulukan akhlak bangsa
hingga negeri ini bangkit kembali pun tanpa gerakan-gerakan kesetaraan segala macam sekalipun
Bisa kita hanya dengan sangat sederhana di rumah-rumah kita!
Dari diri kita, para ibu, para istri, perempuan dewasa, dan gadis remaja
dan bahkan anak-anak perempuan kita

Kita mampu membawa obor perubahan dalam diri kita
Bawa masyarakat ini dari kegelapan menuju cahaya!
Cahaya peradaban baru!
Peradaban yang nyaman meski hidup dalam perbedaan,
mulia dalam perilaku meski dalam tantangan, dan sejahtera luar dalam bagi penduduk darat dan lautan

Kini kukatakan kepadamu wahai kaumku, di tangan kitalah bola ditawarkan!
Bawa bangsa ini keluar dari kegelapan
Tegakkan bahumu, kuatkan kedua kaki, dalam keputusanmu,
nasib bangsa ini dititipi, berdirilah engkau di rumah-rumahmu,
dan biarkan hati nurani memimpinmu

Lihatlah semua kelalaian akan waktu
Tumpukan pekerjaan dan keluhan yang menghabiskan setiap detik hidupmu membuat anak-anak tak lurus menyebut nama Tuhanmu, tidakkah kita malu?

Dua buku warisan penyelamat hidup kau biarkan menjadi debu
Bagaimana anak-anak kita bisa mencintai Tuhannya, sedangkan kita sibuk luar biasa?
Bagaimana anak kita bisa mencintai Rasul-Nya, sedangkan kita sendiri juga belum mengenalnya?

Maka dengarkan suara yang terdalam dalam sujud tengah malam
Pandanglah dirimu dari pancaran air yang hina, kini berubah menjadi pengingkar yang nyata
Ketika nama Tuhan tak lagi menggetarkan jiwa...

Maka marilah, kau dan aku, selenggarakan lagi rumah tangga ini
Kau boleh bekerja, tapi jangan kau lupa para lelakimu,
ajaklah duduk merendah Istiqomah kembali kepada aturan Allah,
dan buatlah dirimu mengerti jika kita terbang terlalu tinggi,
anak-anak hanya akan dididik oleh televisi
Dan janganlah menyangka seolah sia-sia pelajaran sekolah jika kita tak keluar rumah.
Minnadzdzulumaat ila nuur, Minnadzdzulumaat ila nuur, Minnadzdzulumaat ila nuur
Inilah yang mengilhami Kartini; berangkat hijrah dari kegelapan menuju cahaya
Cahaya Peradaban baru.
Peradaban mengikuti aturan Tuhan yang satutidak dua, tidak tiga.
Satu! AHAD! AHAD!
Dan suatu hari di masa depan nanti, aku rindu mendengar ini dari mulut-mulut dan hati para perempuan yang kucintai:
Fabiayyi alaa irabbikumaa tukadzdzibaan!
Alangkah banyak Nikmat-Nya yang tak dapat kita,
kaum perempuan, dustakan!

[Neno Warisman, Izinkan Aku Bertutur: 2004]

ANTARA KELUARGA DAN KARIR

“Sayang sekali, sekolah tinggi-tinggi, cuma jadi ibu rumah tangga…”
Inilah kalimat yang sering terlontar ketika ada seorang sarjana yang tidak berkarir dan memilih menjadi ibu rumah tangga. Di dalam masyarakat Kapitalistik saat ini, seseorang dipandang sukses dan mulia jika memiliki karir yang bagus dan materi yang berlimpah. Peran sebagai ibu tidaklah termasuk di dalamnya, hal ini karena tidak mendatangkan penghasilan. Alhasil peran ibu sering dipandang sebelah mata. Bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap peran wanita ?

Peran Utama
Sebagaimana halnya laki-laki, wanita adalah ciptaan Allah SWT. Untuk menjalani kehidupannya, Allah SWT telah membekalinya dengan seperangkat potensi kehidupan yang terdiri dari: naluri-naluri, kebutuhan jasmani dan akal.

Dengan potensi itu, wanita mampu memahami petunjuk dari Allah SWT dalam al-Quran dan as-Sunnah. Hanya saja di antara mereka ada yang memilih jalan kebaikan, namun ada pula yang memilih jalan keburukan. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan (jalan) ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams : 8-10)
Petunjuk dari Allah SWT akan membuat seorang muslimah mampu memecahkan masalah-masalah kehidupannya dengan baik dan terarah. Dan keimanannya kepada Allah mendorongnya menjadikan aturan-aturan Allah sebagai metode yang benar dan tepat untuk memenuhi kebutuhannya.
Islam telah menempatkan wanita pada dua peran penting dan strategis. Yaitu sebagai ibu bagi generasi masa depan dan sebagai pengelola rumah tangga suaminya. Sabda Rasulullah Saw, yang artinya : ”Seorang wanita adalah pengurus rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggung-jawaban atas kepengurusannya” (HR. Muslim). Dan syariat Islam menjamin kesempurnaan peran tersebut dengan menetapkan bagi wanita sejumlah hukum yang berkaitan dengan kehamilan, kelahiran (wiladah), pemeliharaan bayi (radha’ah), penyusuan (hadhanah), iddah, kebolehan tidak berpuasa di bulan Ramadhan bagi wanita yang sedang mengandung dan menyusui.
Dengan demikian, aktivitas pokok yang wajib bagi wanita adalah tetap menjalankan perannya sebagai ibu dan pengelola rumah tangga.
Kemuliaan Ibu
Peran sebagai ibu dan pengelola rumah tangga adalah peran yang sangat mulia. Kemuliaan ini dituturkan dengan begitu indah oleh Asma’ binti Yazid seorang utusan para muslimah di masa Rasulullah. Al Baihaqi merekam peristiwa ini dalam riwayatnya:

Asma’ binti Yazid pernah datang kepada Rasulullah saw yang tengah berkumpul bersama para sahabat. Asma’ berkata :
”Wahai Rasulullah, demi ayahku, Engkau dan ibuku, aku adalah utusan para wanita. Sesungguhnya belum ada seorang wanitapun baik di Timur maupun di Barat yang terdengar darinya ungkapan seperti yang akan aku ungkapkan; atau belum terdengar seorangpun yang mengemukakan seperti pendapatku. Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah SWT mengutus mu kepada laki-laki dan wanita seluruhnya, hingga kami beriman kepadamu dan Tuhanmu. Akan tetapi sesungguhnya kami para wanita terbatasi dan terkurung oleh dinding-dinding rumah kalian (para laki-laki), memenuhi syahwat kalian dan mengandung anak-anak kalian. Sesungguhnya kalian, wahai laki-laki mempunyai kelebihan daripada kami, dengan berkumpul dan berjamaah, melakukan kunjungan kepada orang sakit, menyaksikan jenazah, menunaikan ibadah haji demi ibadah haji, dan –yang lebih mulia lagi dibandingkan semua itu- adalah jihad di jalan Allah. Jika salah seorang dari kalian keluar untuk menunaikan ibadah haji, menghadiri pertemuan, atau berjaga di perbatasan, sungguh kamilah yang menjaga harta kalian, yang mencuci pakaian kalian dan yang mengasuh anak-anak kalian. Wahai Rasulullah, lalu adakah kemungkinan bagi kami untuk bisa menyamai kalian dalam kebaikan ?”
Rasulullah saw kemudian menoleh kepada para sahabat seraya berkata: ”Apakah kalian mendengar perkataan wanita ini ? Sungguh, adakah yang lebih baik dari apa yang diungkapkannya berkaitan dengan urusan agama ini?”
Para sahabat berkata, ”Wahai Rasulullah, kami tidak menyangka bahwa wanita ini tertunjuki pada perkataan tersebut.”
Rasulullah saw lalu menoleh kepada wanita tersebut seraya bersabda, ”Pergilah pada wanita mana saja dan beritahukan kepada mereka yang ada di belakangmu, bahwa kebaikan salah seorang di antara kalian dalam memperlakukan suaminya, mencari keridhaannya, dan mengikuti keinginannya adalah MENGALAHKAN semua itu.”
Mendengar sabda Rasulullah saw, wanita itupun pergi seraya bersukacita. Ia kemudian menyampaikan kabar gembira itu kepada kaumnya. (HR. Baihaqi)
Subhanallah! Betapa mulianya peran ibu dan pengelola rumah tangga, bila wanita melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan hanya mengharap ridha Allah SWT, dan bukan karena keterpaksaan.
Ketika peran ibu dan pengelola rumah tangga diabaikan, maka akan terjadi kerusakan yang menimpa anak-anak, suami dan muslimah itu sendiri. Anak-anak tidak terawat dengan baik. Keadaan ini hanya akan memunculkan generasi yang lemah. Rumah tidak cocok lagi ditinggali, percekcokan suami istri mudah timbul, institusi keluarga menjadi semakin rapuh, diambang kehancuran. Para muslimah akan mengalami kelelahan fisik dan psikis, bahkan bukan tidak mungkin mengalami kekerasan fisik dari sang suami.
Demikianlah, ketika aturan Allah diabaikan, yang terjadi hanyalah melepas kebaikan dan menuai kerusakan. Na’udzubillahi min dzalik.

Ibu Berkarir
Sebagai kepala rumah tangga, Islam mewajibkan laki-laki untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Sementara wanita, dijamin nafkahnya oleh sang suami atau wali. Meski demikian, Islam tidak melarang wanita bekerja. Islam membolehkan wanita memiliki harta sendiri. Wanita pun boleh berusaha mengembangkan hartanya. Firman Allah, yang artinya : ” ... dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan ... ”(QS. An-Nisa’ : 32)
Hanya saja ketika wanita bekerja (berkarir) harus terikat dengan hukum syara’ yang lainnya. Artinya, wanita tidak boleh menghalalkan segala cara dan tidak peduli atas jenis dan kondisi pekerjaannya. Ketaatan pada hukum syara’ akan menjadikan kehormatan wanita senantiasa terjaga. Beberapa rambu yang harus diperhatikan bagi ibu yang bekerja :
1.Menjaga/menundukkan pandangan, menahan diri dari melihat lawan jenis yang disertai dengan syahwat dan menahan diri dari melihat aurat lawan jenis.
2.Mengenakan busana yang sempurna menurut syariah Islam ketika pergi bekerja.
3.Memperhatikan adab ketika berinteraksi dengan lawan jenis, seperti tidak berkhalwat (berdua-duaan di tempat sepi) dan hindari obrolan yang tidak perlu.
4.Tidak berlebih-lebihan dalam berhias (tabarruj), sehingga dapat menarik perhatian laki-laki yang bukan mahramnya.
5.Tidak bekerja di bidang pekerjaan yang mengeksploitasi kewanitaannya.
6.Tidak melakukan perjalanan sehari semalam tanpa mahram.
Rambu-rambu ini merupakan tindakan preventif agar tidak terjadi pelecehan seksual serta efek-efek lain akibat interaksi yang tidak terbatas saat ia bekerja.
Bila terjadi benturan antara karir dan keluarga, maka yang harus didahulukan adalah peran dalam keluarga. Karena itu, bagi ibu yang berkarir, kemampuan mengatur waktu dan menjaga ketahanan fisik jelas tak bisa diabaikan. Kelelahan dan tidak adanya waktu, tak dapat dijadikan sebagai alasan terlantarnya urusan rumah tangga. Karena kewajiban sebagai ibu dan pengelola rumah tangga adalah dari Allah dan kelak harus dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Pilihan berkarir bagi ibu mengandung konsekuensi yang tak ringan, karenanya perlu juga dipertimbangkan tempat dan waktu kerja.
”Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, maafkanlah kami, berilah kami petunjuk dan kekuatan agar menjadi istri-istri yang shalihah dan menjadi ibu-ibu terbaik bagi anak-anak kami,menjadi pendidik terbaik bagi generasi masa depan. Amin”

(Amin Justiana)











Kenali Infeksi Penyebab Kemandulan

Infeksi saluran reproduksi bukan hanya dapat menimbulkan gangguan sesaat seperti gatal dan pedih. Namun, juga dapat menimbulkan gangguan jangka panjang, sulit mendapatkan keturunan.

Menurut Dr Prita Kusumaningsih, SpOG, Supervisor Departemen Kesehatan Ibu dan Anak Bulan Sabit Merah Indonesia, penyebab infeksi saluran reproduksi bisa bermacam-macam. Ada yang disebabkan oleh kuman, parasit, atau virus.

Selain penyebab yang beragam, infeksi juga dapat trejadi di tempat yang berbeda. Ada yang mengenai organ bagian luar, maupun dalam. Organ kelamin perempuan yang berada di ’dalam’, menyebabkan kemunculan infeksi seringkali tidak disadari. Akibatnya, bila terlambat mendapatkan terapi, dampak yang ditimbulkannya bisa lebih buruk.

Langsung dan tidak langsung

Tak hanya infeksinya, bahkan bekas infeksi yang sudah sembuh pun dapat mengakibatkan kemandulan, terutama yang menyerang saluran telur.

Dalam beberapa kasus, saluran telur yang memiliki diameter sangat kecil dapat tersumbat oleh bekas infeksi yang sudah sembuh. Bekas luka ini dapat berupa tonjolan yang menutup atau menyumbat saluran telur. Sumbatan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik (di luar kandungan) karena sperma dan ovum yang telah bertemu terhambat untuk turun dan melekat pada dinding rahim. Bahkan, sumbatan ini juga dapat menghalangi terjadinya pembuahan.

Sementara itu ada pula infeksi yang bisa menyebabkan kemandulan secara tidak langsung, misalnya ketika terjadi infeksi pada vagina. Bila infeksinya parah, sperma bisa terhalang untuk bertemu dengan ovum, karena ”Suasananya tidak menunjang kehidupan sperma, bahkan bisa mematikan sperma”, tutur dokter spesialis lulusan Universitas Airlangga ini.

Keputihan abnormal

Salah satu keluhan yang sering diutarakan kaum perempuan adalah soal keputihan, yaitu gejala keluarnya cairan dari vagina yang bukan berasal dari darah haid. Warnanya dapat jernih, kuning atau kehijauan. Kadang-kadang juga berbau.

Keputihan sendiri oleh kalangan medis sesungguhnya dianggap normal karena kemunculannya dipengaruhi oleh siklus haid, hormonal, atau aktivitas seksual. Namun, ciri keputihan normal ini adalah bila berwarna jernih, tidak berbau, tidak gatal, tidak pedih dan muncul hanya di saat-saat tertentu saja.

Menurut Prita, ada beberapa situasi yang menyebabkan keluarnya cairan jadi agak berlebih, namun masih termasuk normal. Misalnya, saat hamil, masa subur, menjelang haid, atau kondisi stres, baik stres fisik maupun psikis. ”Pada saat cairan yang keluar agak banyak, maka seharusnya perempuan itu harus ekstra hati-hati dalam menjaga kebersihan karena bisa memicu timbulnya infeksi. Yang semula keputihan normal, bisa berubah menjadi tidak normal,” imbuh istri Dr.Basuki Supartono, SpBO ini.

Sebaliknya, keputihan abnormal sebagai pertanda adanya infeksi bercirikan : cairan yang keluar tak lagi bening, jumlahnya banyak, gatal, pedih, berbuih, berbau, dan sering sekali munculnya. Selain itu, ada pula keputihan yang disebabkan oleh keganasan (tumor, kanker), polip leher rahim atau karena adanya benda asing dalam liang kemaluan.

Jenis infeksi saluran reproduksi yang kerap menimbulkan gangguan kemandulan antara lain Klamidia dan Kutil kelamin.

Klamidia

Infeksi klamidia disebabkan oleh bakteri yang bernama chlamydia trachomatis, yang terutama sering menyerang leher rahim. Infeksi ini menimbulkan keluhan keputihan yang disertai dengan nyeri saat kencing dan perdarahan setelah hubungan seksual.

Penularan penyakit ini seringkali tidak disadari karena kebanyakan perempuan yang terinfeksi tidak merasakan gejalanya (asimptomatik). Bila infeksi telah berlangsung lama (kronis), maka akan merembet ke saluran telur dan menimbulkan nyeri perut bagian bawah dan mengakibatkan kemandulan atau kehamilan di luar kandungan.

Kutil kelamin

Kutil kelamin atau kondiloma akuminata, merupakan salah satu bentuk infeksi yang disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV), berupa kutil di sekitar alat kelamin, bahkan sampai ke bagian dalam liang kemaluan dan leher rahim.

Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi HPV, ibu hamil yang memiliki kutil kelamin kepada bayinya saat persalinan, atau cara penularan melalui tangan atau jari yang mengandung kutil ke daerah alat kelamin.

Kelainan ini berupa tonjolan berbentuk seperti jengger ayam yang berwarna seperti kulit. Pada perempuan, dapat mengenai kulit di daerah kelamin, seperti dubur, selaput lendir bagian dalam liang kemaluan sampai leher rahim. Adakalanya, karena letak kutil kelamin dapat berada di liang kemaluan atau leher rahim, seorang perempuan baru menyadari bahwa dirinya terinfeksi saat melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim (Pap Smear).

Langkah pencegahan, terapi tepat

Munculnya keputihan abnormal seharusnya diantisipasi dengan cara menjaga kebersihan diri, pakaian, dan lingkungan. Hindari penggunaan pembalut atau pantyliner yang menggunakan parfum untuk mengantisipasi kemungkinan alergi. Meski sedang berada di luar rumah dan banyak melakukan aktivitas, ingatlah untuk mengganti pembalut atau celana dalam untuk menghindari kelembaban di daerah vagina.

Jangan mudah minum jamu-jamuan karena pada dasarnya hanya menghilangkan cairannya saja, bukan penyebabnya.

Meski sebagian orang berpendapat keadaan yang baik adalah vagina kering, adanya lendir di vagina sesungguhnya bukan sesuatu yang perlu dihindari. Alloh SWT memang menciptakan kondisi saluran kelamin berlendir dan salah satu gunanya adalah untuk membunuh kuman, namun tidak mematikan bakteri baik yang ada di sana.

Penggunaan cairan ’bilas vagina’ yang berlebihan juga dapat merusak keadaan vagina yang normal. Derajat keasaman vagina berubah, bakteri baiknya mati, dan tumbuhlah organisme lain yang justru akan menyebabkan keputihan.

Terapi penanggulangan infeksi mesti dilakukan secara tepat sesuai penyebab infeksi. Bila penyebabnya jamur, harus diobati dengan anti jamur. Bila diagnosa infertilitas terjadi akibat adanya perlengketan atau sumbatan, maka yang harus dilakukan adalah memperbaikinya dengan tindakan bedah.

”Untuk melepaskan perlengketan dan memperbaiki sumbatan saluran indung telur membutuhkan teknik yang cukup canggih,” imbuh dokter yang juga ibu dari lima orang anak ini. Tentu saja, untuk mendapatkan diagnosa yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Pengobatan-pengobatan ini cenderung memakan waktu cukup lama, biaya yang relatif mahal serta membutuhkan partisipasi aktif baik suami maupun istri. ”Karena bila hanya istri yang berobat, padahal ia tertular dari suaminya, maka pengobatannya menjadi sia-sia. Karena infeksi akan bolak-balik dan tak pernah selesai,” jelas dokter yang aktif di layanan Al Fauzan ini.

(Sarah Handayani/Bahan : Rosita, Ummi 2004)

Sabtu, 12 Januari 2008

Manajemen Kelahiran : Menuju Keluarga Saleh Bahagia Sejahtera

Jaman sekarang, menemui keluarga beranak lima sudah bisa membuat orang geleng kepala. Apalagi kalau 8, 9, 10 dan seterusnya. Gelengan kepalanya tentu ditambah mata yang terbelalak. Pembentuk keluarga besar memiliki hujjah, banyak anak-banyak rezeki. Tetapi, persoalan banyak rezeki, sejahtera dan bahagia, benarkah selalu terkait dengan berapa jumlah anak?

Di tengah tingkat persaingan hidup yang tinggi dan semakin sulitnya meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga di masa sekarang ini, membangun keluarga kecil dengam satu dua anak memang umum jadi pilihan. Alasannya, membangun keluarga kecil lebih memungkinkan pasangan suami istri memberikan kesejahteraan pada seluruh keluarga. Pendidikan yang lebih baik bagi anak, pemenuhan kebutuhan yang lebih ideal hingga jaminan masa depan yang lebih mudah diraih.

Meminjam teori pohon pisang, yang pada beberapa kurun waktu lalu kerap digunakan para petugas penyuluhan KB di desa-desa, dijabarkan bahwa demi memperoleh pohon pisang yang sehat, berbuah banyak, gemuk, dan berkualitas ekspor, anak-anak pohon pisang yang tumbuh banyak harus ’disingkirkan’ sebagian, agar tidak berebut unsur hara. Dengan kata lain, anak banyak berarti banyak kebutuhan, banyak kerepotan, dan banyak masalah.

Selintas, hal ini benar adanya. Semakin banyak anak, tentu semakin banyak biaya harus dikeluarkan orangtua. Mulai dari biaya pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, hingga biaya rekreasi. Semakin banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi, semisal rumah yang lebih lapang, tabungan yang lebih banyak dan macam-macam lagi.

Namun, Rasululloh Muhammad saw, sebagai teladan utama, telah menyebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i bahwa jumlah umatnya yang banyak di yaumil akhir nanti akan menjadi satu hal yang membuat beliau bangga. Tidakkah ini menjadi sebuah dorongan bagi umat Islam untuk memperbanyak anak?

Banyak anak, banyak umat

Mengkaji hadits-hadits Rasululloh yang membicarakan soal keutamaan memiliki anak banyak, Ustadzah Aan Rohana, Lc, Mag., menjelaskan bahwa maksud hadits ini dapat dimengerti sebagai sebuah tujuan dakwah. Banyaknya anak tentu akan memperbanyak umat yang diharapkan dapat menjadi pejuang-pejuang penegakkan nilai-nilai Islam.

”Dengan jumlah yang banyak, diharapkan Islam bisa lebih eksis, kebatilan pun akan semakin sirna,” kata lulusan pasca sarjana dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ini.
Bila faktor penegakan dakwah Islam yang menjadi landasan utama, maka ini menunjukkan bahwa faktor jumlah anak masih harus dikaitkan dengan persoalan kualitas. ”Jadi pada pronsipnya, di samping mengidamkan jumlah anak yang banyak, yang tidak boleh dilupakan orang tua adalah soal kualitas anak,” tambah ibu dari 8 anak ini.

Kualitas seperti apa sebenarnya yang dimaksudkan? Ustadzah Rohana menjelaskan bahwa umat berkualitas yang diharapkan muncul, bukan sekedar umat yang terdiri atas pribadi-pribadi saleh atau salehah, tetapi sosok yang mampu menjadi pemimpin orang-orang yang bertaqwa.

”Setiap orang tua seharusnya berharap mampu melahirkan anak-anak yang tak hanya menjadi penghibur hati orangtuanya, tetapi juga bisa memberikan kontribusi besar bagi masyarakat, bahkan menjadi pemimpin orang yang bertaqwa, sebagaimana do’a kita, Robbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota a’yun, waja’alna lil muttaqina imama..” jelas istri dari Abdul Hasib Hasan ini pula.

Banyak anak, banyak rezeki

Lalu, benarkah banyak anak selalu berarti banyak rezeki? ”Benar”, ucap psikolog Indra Sakti. ”Karena setiap anak sudah dijamin rizkinya oleh Alloh.”
Namun, tambah Indra segera, perlu diingat bahwa manusia tak pernah tahu hitungan matematis dari rizki yang Alloh sediakan. ”Mudahnya, apabila anak kita 2, apakah itu berarti rizkinya pun jadi 2? Bisa menjadi 3 atau malah 1,5 kan?”

Maka Indra pun mengingatkan agar setiap orang tua harus terus mengupayakan pencarian rizki ini dengan persiapan yang matang. ”Jangan seperti orang fatalis yang mengatakan semua makhluk ada rizkinya dari Alloh, lalu dia tidak berusaha, atau tidak kunjung melipatgandakan usahanya. Padahal bagusnya kan bila anak jadi 2, rizkinya jadi 3,5, bukannya malah jadi 1,5, karena kita kurang usaha atau kurang planning usaha.”

Ustadzah Rohana pun menyetujui soal upaya sungguh-sungguh dalam mempersiapkan faktor ekonomi bagi pasangan yang memiliki anak banyak.
”Finansial adalah faktor yang amat dibutuhkan. Sehingga setiap orang tua jangan hanya berfikir, ’Alhamdulillah anak lahir, dia bawa rizki’. Semestinya orang tua juga berfikir anak yang lahir ini kualitas hidupnya harus tetap baik seperti anak-anak sebelumnya, yang salah satunya ditopang oleh kesiapan finansial.”

Bahkan pimpinan ormas Persaudaraan Muslimah (Salimah) ini pun mengajak para muslimah, para istri, untuk tak segan membantu perekonomian keluarga. ”Peluang memberdayakan potensi yang bisa menghasilkan dana bagi muslimah, kini terbuka luas. Apalagi pengetahuan di tengah umat itu kan amat dihargai. Muslimah yang bermoral, berwawasan, punya potensi dan berdaya guna, saya yakin bisa turut menghasilkan dana bagi keluarganya.”

Namun, meski persiapan finansial menjadi poin penting dan pemikiran fatalis harus disingkirkan, Indra Sakti mengingatkan bahwa soal hidup tetap tak dapat dimatematika-kan.
”Bisa saja seseorang sudah punya rencana, tambah anak kalau sudah naik jabatan, atau nabung dulu untuk menyiapkan segala macam. Tapi kemudian, ketika uang cukup ternyata Alloh mentakdirkan anak pertama sakit dan butuh biaya besar. Ini kan tak bisa diramalkan,” papar lelaki kelahiran Jakarta, 40 tahun silam ini.

Karenanya, saran dari psikolog dari lembaga Insani Consulting ini, yang terbaik adalah bagaimana setiap pasangan suami istri berupaya menyelaraskan antara usaha dan ketawakalan mereka. Baik dalam perencanaan kelahiran anak, maupun dalam hal usaha pencarian nafkah.
Banyak sedikit, sama siapnya

Karena itu apa yang perlu diperhatikan orang tua dalam hal memenej kelahiran anak-anak?
Baik Ustadzah Rohana maupun Indra Sakti sepakat bahwa persiapan orang tua memang harus matang dalam hal merencanakan kelahiran demi kelahiran anak. Sementara soal jumlah, tak ada yang dapat menentukan angka ideal karena sifatnya yang sangat individual. ”Kalau secara bahasa saja, dalam bahasa Arab, 3 itu kan sudah jamak, ” kata Ustadzah Rohana.

Yang terpenting, keinginan punya anak banyak harus lebih menggunakan pertimbangan-pertimbangan rasional ketimbang emosional. Diantara persiapan yang perlu diperhatikan orang tua adalah :

Pertama, faktor mental rohani keluarga. Mental dalam artian emosi-psikologis maupun dalam arti ruhiyah. ”Orang tua harus menjadi sosok yang mampu menghadapi persoalan, emosinya stabil, punya kematangan berfikir dan punya wawasan soal tumbuh kembang anak,” saran Indra.

Sementara Ustadzah mengingatkan orang tua untuk selalu menjalin kedekatan hubungan dengan Alloh sebagai modal utama. ”Perbanyak ibadah, perbanyak taqorrub ilalloh, perbanyak beramal saleh, karena rahmat Alloh selalu dekat pada orang-orang yang selalu berbuat baik.”
Kedua, timbanglah faktor kesehatan keluarga, lebih khusus lagi kesehatan ibu karena ibulah yang akan menanggung beban kehamilan dan melahirkan.

Ustadzah Rohana mengingatkan, mengacu pada Al Qur’an, masa menyusui disebutkan berlangsung selama 2 tahun, hingga dapat dikatakan jarak ideal melahirkan adalah setiap 3 tahun. Tetapi, tambah Ustadzah, bila ada perbedaan kondisi individual, baik ibu yang lemah maupun ibu yang justru amat fit, tak tertutup kemungkinan jarak itu menjadi berkurang atau bertambah.

Ketiga, timbang pula faktor finansial. Dimana orang tua harus sudah memiliki perencanaan yang jelas dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup keluarga termasuk tambahan-tambahan kebutuhan yang muncul seiring bertambanya jumlah anak.

Soal membuka pintu rizki ini, Ustadzah Rohana mengingatkan kita untuk tidak terpaku hanya pada upaya-upaya kerja duniawi tetapi juga pada upaya-upaya spiritual. ”Biasakan sholat dhuha 4 rakaat, karena Rasululloh berkata, siapa yang sholat dhuha 4 rakaat di pagi hari, Alloh janjikan kecukupan di sore hari.”

Begitu pula dengan tahajjud dan shoum, disarankan sangat oleh Rohana untuk selalu menjadi bagian dari rutinitas keseharian orang tua. ”Sebab unsur ma’nawiyah berperan sangat penting dalam mendatangkan rizki dari Alloh,” kata Ustadzah lagi.

Persiapan lain yang tak kalah penting untuk dipersiapkan orang tua adalah persiapan keempat, yaitu ilmu pengetahuan yang cukup dan selalu dikembangkan, yang bisa membawa setiap keluarga menjadi terampil, berwawasan luas, dan selalu maju. Dengan begitu setiap orang tua tidak gagap dengan kondisi jaman dimana mereka hidup dan bahkan mampu menghantarkan anak-anak mereka siap mengarungi jaman mereka sendiri yang bisa jadi jauh berbeda dengan jaman kedua orang tuanya.

Zirlyfera Jamil, Ummi 2004

Strategi Kerja Bagi yang Punya Anak Banyak

Punya anak banyak juga berarti punya pekerjaan rumah tangga yang banyak. Mulai dari memandikan anak satu per satu, menyuapinya satu per satu sampai ke cucian yang banyak dan memasak makanan juga dalam jumlah banyak. Bagi yang punya khadimat (pembantu) mungkin tidak begitu jadi masalah dengan pekerjaan ini, karena pekerjaan dapat didelegasikan. Tapi kalau seorang ibu dengan jumlah anak di atas 3 orang dengan jarak umur 1-1,5 tahun, tentunya cukup kerepotan juga mengatur waktu antara mengurus anak, mengurus suami, dan mengurus pekerjaan rumah tangga tanpa ada ’asisten’ yang mendampinginya. Untuk itu diperlukan keuletan si ibu dalam mengatur ’roda pemerintahannya’ agar rumah tangga yang mawaddah wa rohmah tercapai. Tentunya ini juga berarti rumah tangga yang bersih, anak-anak yang terawat dan anggota keluarga yang sehat. Jangan sampai yang terjadi sebaliknya, punya anak banyak berarti rumah berantakan dan anak-anak yang tidak terawat dengan baik. Berikut adalah beberapa kiat yang dapat menjadi pertimbangan para ibu untuk dipraktekkan dalam mengelola rumah tangga tanpa ada khadimat.

Bangunlah sekitar jam 03.30 atau jam 04.00 WIB. Rendam cucian (bila perlu), masak air, dan lakukan ibadah sunnah (sholat lail, tambah witir, dan tilawah Al Qur’an) sampai menjelang sholat shubuh. Selesai sholat shubuh baru lakukan aktivitas kerja rumah tangga. Pertama-tama cucilah pakaian yang sudah direndam menjelang sholat shubuh tadi. Untuk memudahkan pencucian, pisahkanlah rendaman pakaian bayi, pakaian anak-anak, dan pakaian orang dewasa. Celana/popok yang kena BAB, sebaiknya direndam dengan detergen yang memakai air panas karena ini dapat memudahkan pelarutan kotoran bekas BAB. Mencuci pakaian bayi cukup dengan mengucek saja karena golongan ini hanya kena ompol yang gampang larut dengan air (akan lebih baik menyediakan ember khusus untuk merendam pakaian kotor bayi yang senantiasa diisi air). Cucilah pakaian bayi terlebih dahulu, baru pakaian anak-anak dan orang dewasa. Selesai mencuci sebaiknya langsung saja mandi. Mandi sehabis mencuci ini disamping mencegah masuk angin (karena pakaian yang basah sewaktu mencuci), juga untuk membersihkan soda sabun yang menempel di tangan dan kaki agar tidak terjangkit kutu air.
Selesai mencuci dan menjemur pakaian, kegiatan selanjutnya adalah memasak untuk sarapan pagi sekeluarga. Sebaiknya anak-anak dibiasakan makan di pagi hari sebelum melakukan aktivitasnya. Untuk sarapan pagi cukup makanan yang sederhana, gampang dimasak, dan tentunya mengandung gizi yang cukup. Contohnya : sayur bayam bening, tahu/tempe goreng, dan sambal (untuk suami dan anak yang sudah besar). Sebaiknya ibu selalu menyediakan telor atau kecap sebagai makanan cadangan. Biasanya setelah urusan memasak ini selesai, anak-anak akan bangun satu per satu. Akan tidak efektif dan efisien kalau pekerjaan rumah tetap dilanjutkan dalam situasi seperti ini.

Sebaiknya anak-anak dimandikan segera setelah mereka bangun. Akan sedikit sulit mengaturnya kalau mereka sudah terlanjur main. Mandikanlah anak yang paling besar terlebih dahulu, baru kemudian yang di bawahnya. Sebaiknya pakaian mereka sudah disiapkan selengkapnya sebelum mereka bangun. Termasuk juga yang perlu disiapkan adalah perlengkapan sekolah bagi yang sudah sekolah. Setelah rapih, semua anak disuruh makan. Akan lebih baik mengajarkan anak makan sendiri sedini mungkin. Kalau hal ini belum memungkinkan, suapilah anak-anak pada waktu yang bersamaan karena hal ini dapat menghemat waktu dan tenaga. Jangan memaksa anak makan, karena hal ini justru dapat membuat mereka kurang suka dengan suasana ini. Tapi ciptakanlah suasana yang menyenangkan sewaktu makan, misalnya sambil mengajak mereka ngobrol atau sambil bercerita.

Belanja untuk kebutuhan sehari-hari sebaiknya dilakukan 1 atau 2 kali seminggu saja. Hal ini selain dapat menghemat waktu dan tenaga, juga akan lebih murah biayanya. Bagi yang punya lemari pendingin/kulkas, belanja sayuran dan lauk-pauk dalam jumlah banyak mungkin tidak menjadi masalah. Tapi bagi yang tidak punya tidak usah merasa berkecil hati. Ada beberapa kiat yang dapat dilakukan agar bahan masakan dapat cukup bertahan lama. Sayuran bayam misalnya, dapat bertahan selama 2-3 hari jika dalam keadaan masih segar akarnya langsung direndam air dan diletakkan di tempat yang basah (sumur atau kamar mandi). Tahu dan tempe dapat bertahan 2-3 hari jika sebelumnya direbus dengan memakai garam dan sedikit cuka/jeruk nipis. Ayam dan daging dapat diungkeb dengan bumbu dan direbus dengan api kecil supaya air yang dikandung ayam/daging dapat kering. Bumbu untuk mengungkeb terdiri dari jahe, lengkoas, ketumbar, kunyit, dan garam, semuanya digiling halus. Supaya lebih praktis siapkanlah selalu bahan makanan mentah kering seperti kacang-kacangan, ikan kering/ikan asin, abon, telor, cabe, bawang, dan bumbu-bumbu dapur.

Adalah sangat ideal untuk menyetrika semua pakaian setiap hari. Tapi dalam kondisi anak banyak dengan tidak ada pembantu, kita harus punya toleransi untuk tidak menyetrika semua pakaian setiap hari. Pakaian kerja ayah, pakaian sekolah anak-anak, pakaian jalan, dan pakaian yang bahannya benar-benar kusut, harus mendapat prioritas untuk disetrika. Sedangkan yang lainnya cukup hanya dilipat dengan rapih dan langsung disusun pada tempatnya, karena anak-anak akan tergoda untuk memainkannya sehingga akan berantakan kembali. Dan ini tentunya akan sangat merepotkan. Membiasakan melipat pakaian setiap hari akan dapat menjaga kerapihan dan kepraktisan kerja.

Tugas menyapu dan mengepel rumah setiap hari harus menjadi prioritas. Di samping masalah kerapihan dan keindahan, menyapu dan mengepel rumah setiap hari juga untuk menjaga kesehatan dan keamanan anak. Anak-anak akan aman bermain di lantai dan tidak kotor. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan pada saat anak-anak tidur siang. Akan tidak efisien jika kegiatan ini dilakukan pada saat anak-anak sibuk bermain karena dapat membahayakan kesehatan mereka (anak-anak jadi menghisap debu lantai) dan juga dapat menyebabkan mereka terjatuh karena menginjak lantai yang licin bejas dipel.

Punya peralatan elektronik seperti mesin cuci, kulkas, rice cooker, dan kompor gas akan sangat membantu kemudahan kerja. Tapi sekali lagi, ini hanya sekedar membantu kelancaran kerja saja, sementara kunci kelancaran kerja tetap pada faktor manusianya. Kemajuan teknologi akan dapat membantu kalau kita sebagai ibu dapat mengatur semua alat bantu tersebut sehingga benar-benar dapat menjadi pemabntu. Dan yang terpenting adalah perawatan dari peralatan tersebut. Mesin cuci misalnya, selalu dilap sehabis digunakan dan ditutup dengan rapih. Begitu juga dengan kulkas, harus selalu dibersihkan dari kotoran dan bau. Kedisiplinan dalam merawat barang-barang akan menjaga barang tersebut berfungsi secara maksimal di samping juga akan tahan lama.

Masalah lain yang juga perlu dapat prioritas adalah kesehatan anak. Mencegah penyakit lebih baik dari mengatasinya. Minum susu setiap hari atau memakan kacang hijau 2-3 kali seminggu sangat baik untuk menjaga kesehatan termasuk juga buat ayah dan ibu. Tapi kalau sudah dicegah, penyakit tetap juga datang, bawalah anak-anak ke dokter atau bidan terdekat. Sebaiknya anak ditangani oleh dokter yang sama karena ini akan memudahkan dokter dalam pendeteksian penyakit, khususnya kalau ada penyakit yang dapat menular sesama anak. Di samping itu juga biayanya lebih murah karen aobat yang sama di antara anak tidak harus ditebus semua. Biasakan juga mencatat perkembangan kesehatan anak, seperti menimbang berat badan, obat-obatan yang biasa diberikan dokter untuk penyakit tertentu seperti batuk atau pilek sehingga kita tidak harus selalu ke dokter jika anak-anak batuk atau pilek.

Tugas sebagai ibu rumah tangga memang tidak gampang, tapi juga tidak berarti sulit. Pengalaman dan pengetahuan (atau informasi) akan dapat menjadikan kita semakin ringan dalam mengurus rumah tangga, suami, anak, dan juga diri kita sendiri karena kita semakin menghayati dan semakin tahu dengan pekerjaan yang kita hadapi. Modal keikhlasan dan kesabaran akan sangat membantu meringankan seberat apa pun pekerjaan runah tangga. Dan bukankah jihadnya seorang wanita antara lain di rumah tangga suaminya? Dan bukankah jalan ke surga itu jalan yang mendaki dan sukar? Pertanyaan-pertanyaan ini tentunya akan mengingatkan kita betapa bahagianya menjadi seorang Ibu. Wallahu a’lam.

Era.Z.Chattar.S (Majalah Ummi 1997)

Jumat, 11 Januari 2008

Jalin Kasih dengan ASI

“Dan para ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya”. (Al Baqoroh : 233)

Vety (27) seorang wanita karier professional. Setiap pagi hingga sore senantiasa disiplin pergi ke kantor. Sepulang dari kantor ia biasanya mengadakan meeting dengan teman-temannya dalam sebuah organisasi pemuda hingga malam hari. Agar tidak mengganggu kesibukannya, anaknya Andi yang lahir 1,6 tahun lalu dirawat oleh baby sitter. Asupan ASI yang seharusnya menjadi hak si kecil digantikan posisinya dengan susu kaleng mahal yang dibeli di sebuah mall terbesat di kota Vety.

Pernahkah anda mengalami kondisi demikian? Kesibukan jika dituruti memang tiada habisnya. Setiap waktu hidup kita akan terkuras habis untuk mengurusi aktivitas pribadi kita tanpa mengindahkan hak-hak orang lain tak terkecuali buah hati kita. Demikian pula dengan memberikan ASI kepada anak kita. Hal itu merupakan kewajiban yang harus ditunaikan kepada anak.

Kenapa demikian? ASI bagi bayi adalah makanan yang paling mudah diterima, karena merupakan bahan makanan yang fitrah baginya. Bahkan sangat penting bagi pertumbuhan jasmani dan rohani bayi. Kebutuhan jasmani berupa kesehatan dan daya tahan tubuh, sedangkan kebutuhan rohani berupa pembentukan sikap dan tingkah laku seseorang.
Ketika seorang ibu menyusui bayinya, si ibu tidak sekedar sedang memberi makan agar si bayi tidak menangis kelaparan, tetapi di saat itu pula ibu dan bayinya tercipta suasana saling mengasihi dengan penuh cinta. Sambil menyusui, si ibu akan memeluk, membelai, dan mengelus-elus bayinya dengan penuh kasih sayang. Lewat air susunya, ibu mengekspresikan perasaan cintanya yang amat tulus kepada si bayi. Dan bayi pun secara naluriah merasakan semua itu. Tentu saja hal ini akan membawa pengaruh positif pada perkembangan mental dan fisik si bayi kelak.

Dari segi gizi, ASI merupakan produk makanan siap saji yang berfungsi sebagai makanan sekaligus minuman bagi bayi. Kandungan gizinya terlengkap dari makanan bayi yang lain. Mencakup karbohidrat, air, vitamin, dan zat imuglobolin. Para ibu hendaklah menyusui bayi mereka selama dua tahun penuh. Memberikan ASI kurang dari dua tahun adalah merugikan kepentingan bayi itu sendiri. Sedangkan memberi ASI lebih dari 2 tahun tidak diperlukan bagi kepentingan tuntutan pertumbuhan jasmani bayi. Jika usia lebih dari 2 tahun masih menyusu, maka tetap diperlukan zat atau makanan selain ASI untuk mendukung tumbuh kembang bayi. Dengan menyusui selama 2 tahun terdapat ikatan emosional yang lebih kuat antara ibu dan bayinya, karena si bayi merasakan langsung kasih sayang ibunya.

Banyaknya produk suplemen vitamin atau susu kaleng yang kini beredar secara bebas bisa berdampak baik sekaligus berdampak buruk. Suatu produk suplemen harus menjalani uji klinis dulu sebelum dipasarkan. Ia menegaskan agar kita tidak terlena begitu saja dengan rayuan iklan yang hiperbolis. Banyak produk susu kaleng atau susu formula yang dalam iklan disebutkan mengandung asam linoleat, DHA, dan sebagainya. Namun sampai detik ini tidak ada bukti yang bisa berkata bahwa susu formula mampu menyamai khasiat ASI. Selain itu secara teknis konsumsi, ASI lebih mudah dan higienis. Tidak perlu pakai kaleng, dot, atau lainnya. Yang jelas, dilihat dari sudut manapun, ASI jauh lebih baik dari kualitas susu kaleng. Permasalahannya ada bayi yang tidak suka dengan ASI. Dalam kasus ini, lebih baik digantikan dengan susu kaleng yang kandungan gizinya hampir setara dengan kandungan gizi ASI.

Untuk itu, bagi wanita yang akan menikah perlu disiapkan beberapa hal. Pertama, persiapan psikologis, sebab menyusui adalah perjuangan yang cukup berat dan durasi waktu yang cukup panjang. Kedua, perawatan payudara. Hal ini penting, jika secara psikologis siap, namun payudara tidak produktif maka bayi akan dirugikan. Produksi ASI yang melimpah hanya bisa terjadi dengan perawatan payudara yang baik. Ketiga, tekad yang kuat. Hal ini perlu didukung suami dalam memompa semangat sang istri untuk menyusui.

Dr.Arif Basuki, Sp.An

Mitos Seputar ASI

Banyak mitos seputar ASI yang tidak dipahami sepenuhnya oleh para ibu menyusui. Ini beberapa diantaranya :

Mitos : Banyak wanita tidak dapat memproduksi cukup ASI
Fakta : Tidak benar. Hampir semua wanita (98%) dapat memproduksi ASI lebih dari cukup. Kebanyakan bayi yang penambahan berat badannya lambat atau menurun disebabkan bayi tidak mendapatkan ASI yang cukup, akibat cara menghisap yang tidak benar. Karenanya, Ibu yang akan melahirkan harus tahu cara menyusui dengan benar. Sehingga penyusuan dapat berjalan dengan baik sejak hari saat bayi dilahirkan.

Mitos : Jumlah ASI biasanya belum mencukupi hingga 3-4 hari setelah kelahiran.
Fakta : Tidak benar. Pada masa ini, cairan yang keluar dari payudara bukanlah ASI berwarna putih, tetapi kolostrum yang berwarna kekuningan. Ini adalah cairan penting karena kandungan antibodinya yang tertinggi. Banyak keluhan yang menyatakan, ”Bayi saya kelihatan masih lapar setelah saya susui”. Ini bukan disebabkan oleh ASI yang kurang, melainkan cara penghisapan yang tidak benar. Pemberian susu botol akan menyebabkan bayi tidak bisa menghisap ASI dengan benar. Karenanya, jangan sekali-sekali menggunakan susu botol.

Mitos : Selain ASI, bayi perlu air, terutama ketika udara panas.
Fakta : Tidak benar. ASI mengandung jumlah air yang cukup bagi bayi. Saat udara panas atau di daerah udara panas, ASI mengandung air lebih banyak daripada di daerah/saat udara dingin. Pada daerah yang udara dingin, kandungan lemak ASI biasanya tinggi, karena lemak berguna dalam mempertahankan suhu tubuh terhadap dingin.

Mitos : Ibu harus membersihkan puting sebelum menyusui.
Fakta : Tidak benar. Persiapan susu formula memerlukan perhatian ekstra dalam kebersihan karena susu formula adalah media yang mengandung bakteri untuk berkembang dengan sangat mudah. Sementara ASI, dengan kandungan antibody-nya justru dapat membunuh bakteri. Mencuci puting bahkan bisa menghilangkan lapisan lapisan lemak pelindung yang ada di puting. Jika mau ”membersihkan”, ibu bisa mengoleskan ASI di puting, sebelum proses menyusui.

Mitos : ASI tidak mengandung zat besi yang cukup.
Fakta : Tidak benar. Kandungan zat besi dalam ASI biasanya lebih sedikit daripada yang diiklankan dalam susu formula. Bedanya, seluruh zat besi dalam ASI dapat diserap secara sempurna oleh pencernaan bayi. Zat besi pada susu formula memang tinggi, tetapi sebagian besar malah dibuang melalui sistem pencernaan.

Mitos : Susu formula sama dengan ASI
Fakta : Sejak tahun 1900-an iklan susu formula selalu diiklankan sama atau bahkan lebih baik dari ASI. Dalam kenyataannya susu formula hanya bisa meniru kandungan ASI, sejauh zat-zat yang diketahui saja. Artinya, susu formula memiliki kekurangan zat yang banyak sekali dibandingkan dengan ASI. Ironisnya, setiap kekurangan zat ini ditambahkan, akan selalu diiklankan sebagai ”kelebihan”. Contohnya : LA, DHA, Taurin, yang semuanya terdapat di ASI dan dapat diserap dengan sempurna oleh tubuh bayi.

Ira Puspadewi, aktivis IBFAN
Sumber : Peadiatrics About

Jumat, 04 Januari 2008

Minat Baca, Kunci Sukses PAUD

Pendidikan anak usia dini memiliki peran penting dalam sistem pendidikan nasional. Ibarat sebuah rumah, pendidikan usia dini merupakan pondasinya. Penelitian di bidang neurologi menyebutkan selama tahun-tahun pertama, otak bayi berkembang pesat dengan menghasilkan neuron yang banyaknya melebihi kebutuhan.

Sambungan itu harus diperkuat melalui berbagai rangsangan karena sambungan yang tidak diperkuat dengan rangsangan akan mengalami atrohy (menyusut dan musnah). Banyaknya sambungan inilah yang mempengaruhi kecerdasan anak. Dosis rangsangan yang tepat dan seimbang akan mampu melipatgandakan kemampuan otak 5 – 10 kali kemampuan sebelumnya.

Salah satu rangsangan yang sangat diperlukan oleh anak usia dini adalah rangsangan untuk membaca. Rangsangan untuk membaca ini bertujuan agar anak usia dini memiliki minat baca yang tinggi meskipun mereka belum bisa membaca.

Pengalaman Marcia Thomas, seorang ibu di Memphis, Tennesse, sebagaimana dikutip Fauzil Adhim (2007), membuktikan bahwa kegiatan membacakan buku pada anak usia dini terbukti mampu melesatkan kecerdasan otak anak. Marcia Thomas bercerita, “Anak kami, Jennifer, lahir pada September 1984. Salah satu hadiah yang pertama kali kami terima adalah sebuah buku The Read –Aloud Handbook. Kami membaca bab pendahuluan dan kami sangat terkesan dengan kisah Cushla dan keluarganya. Kami lalu memutuskan untuk memberi “diet” kepada anak perempuan kami dengan sekurang-kurangnya sepuluh buku sehari.

Ketika itu, dia harus menjalani rawat inap di rumah sakit selama tujuh minggu karena gangguan jantung dan bedah korektif. Begitulah, kami mulai membacakan buku kepadanya saat dia masih menjalanai perawatan intensif; dan manakala kami tidak bisa menemaninya, kami meninggalkan tape berisi rekaman cerita dan meminta kepada perawat untuk menghidupkannya buat anak kami.

Usaha Marcia Thomas yang begitu bersemangat tidaklah sia-sia. Pada usia SD, anaknya selalu memperoleh nilai tertinggi untuk pelajaran membaca. Tidak ada kegemaran yang lebih disukai oleh Jennifer melebihi membaca.

Tetapi, bukan itu yang paling membahagiakan orang tuanya. Marcia Thomas menuturkan, “Apa yang membuat cerita kami berharga adalah bahwa Jennifer lahir dengan Down Syndrome. Pada usia dua bulan , Marcia diberitahu bahwa Jennifer hampir-hampir mengalami kebutaan, tuli, dan keterbelakangan mental yang parah. Ketika dites pada usia empat tahun, IQ-nya hanya III”.

Kisah di atas menunjukkan bahwa kegiatan membacakan buku pada bayi memberikan dampak positif berupa : pertama, menumbuhkan minat baca. Bayi yang sedari awal sudah diperkenalkan dengan buku akan menganggap buku “tak lebih” sekedar permainan yang mengasyikkan. Buku akan dianggap sebagai teman bermain yang menyenangkan. Kesan ini akan terekam kuat dalam memori bayi hingga masa pertumbuhan selanjutnya.

Kedua, meningkatkan kosa kata bayi. Ketika seorang ibu membacakan buku pada bayinya, sang bayi akan merasa sedang diajak bicara oleh sang ibu. Hal ini cukup penting guna merangsang kemampuan berbicara sang bayi.

Ketiga, meningkatkan hubungan kasih sayang ibu dan anak. Membacakan buku pada bayi merupakan salah satu kegiatan untuk mengakrabkan hubungan orang tua dan anak. Anak akan merasa diperhatikan oleh orang tua.

Menumbuhkan minat membaca jauh lebih penting daripada mengajarkan agar anak usia dini “bisa” membaca. Mengapa ? Karena betapa banyak anak-anak bangsa ini yang bisa membaca tetapi miskin minat baca. Ketika masih TK mereka begitu semangat dalam membaca, tetapi tatkala menginjak SD minat bacanya “surut”.

Hal ini terjadi karena adanya mal praktik dalam pendidikan anak usia dini di tanah air. Guru dan orang tua terlalu menuntut agar anak-anak agar segera dapat membaca. Setiap hari anak-anak “didrill” dengan pelajaran membaca. Akibatnya, anak-anak mengalami overdosis.
Membaca yang semula merupakan suatu keasyikan sebagaimana sebuah permainan, kini telah berubah menjadi “monster” yang menakutkan. Membaca kini telah berubah menjadi beban. Apalagi kurikulum pendidikan kita terhitung cukup padat yang membuat anak-anak kian malas untuk membaca.

Yang tejadi saat ini jutaan peserta didik di tanah air “terpaksa” membaca agar disebut “sudah belajar”. Mereka “dipaksa” membaca agar dapat lulus ujian dengan nilai yang baik.. Padahal, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menghasilkan lulusan yang terus menerus membaca sepanjang hidupnya.

Belajar membaca tanpa minat baca hanya akan melahirkan robot-robot kecil yang sekedar pandai dalam membunyikan huruf. Hal ini akan berbeda hasilnya, jika anak-anak ditumbuhkan motivasi, selera, dan keinginannya untuk membaca. Proses “bisa” membaca akan tercapai dengan sendirinya seiring dengan semakin memuncaknya minat baca.
Hambatan utama untuk menumbuhkan minat baca pada anak usia dini ini adalah minimnya akses masyarakat terhadap buku. Buku masih menjadi barang mahal bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Orang tua akan merasa keberatan untuk menyisihkan “jatah hidupnya” untuk membeli buku.

Perpustakaan DesaUntuk itu, pemerintah perlu membuat kebijakan agar para orang tua dapat mengakses buku dengan mudah dan murah. Pemerintah perlu mengaktualisasikan kembali konsep perpustakaan desa. Perpustakaan desa yang sudah diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan akses masyarakat menengah ke bawah terhadap layanan pendidikan anak usia dini.

Pasal 2 ayat 2 dari Kepmendagri dan Otda menyebutkan bahwa Pembentukan Perpustakaan Desa harus disepakati oleh masyarakat melalui proses musyawarah di dalam forum Lembaga Masyarakat Desa dan mengikutsertakan lembaga pendidikan yang ada. Dalam hal ini perpustakaan desa dapat membuka layanan Kelompok Bermain.

Di India, tepatnya di Negara Bagian Kerala, perpustakaan desa sukses memberantas buta huruf. Prestasi India ini sekaligus membuka cakrawala berpikir kita, bahwa perpustakaan desa tidak hanya melayankan buku, namun juga dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pemerintah kita dapat meniru sukses India, dengan memberdayakan perpustakaan desa untuk meningkatkan mutu pendidikan anak usia dini.

Fokus layanan Kelompok Bermain (KB) ini adalah mengupayakan agar anak-anak memiliki kecintaan, ketertarikan, dan “kegilaan” kepada buku. Hal ini dalam dunia pendidikan sering disebut dengan istilah pendidikan pra membaca. Untuk mewujudkan ide ini, perpustakaan desa perlu melengkapi koleksinya dengan buku-buku anak usia dini.

Pendidikan pra membaca ini sebenarnya bisa diberikan oleh siapa saja yang memiliki kecintaan kepada dunia anak dan dunia buku. Pengajar cukup memotivasi anak-anak agar memiliki minat baca yang tinggi. Motivasi dapat diberikan melalui kegiatan bermain, bernyanyi, mendongeng, maupun membacakan buku pada anak.

Agar lebih berdayaguna, perpustakaan desa juga dapat merangkul Taman Pendidikan Al Qur ‘an (TPA) untuk mengajarkan minat baca pada anak didiknya. Minat baca perlu ditumbuhkan juga pada anak-anak yang belajar Al Qur ‘an. Agar ketika mereka membaca Al Qur ‘an sungguh-sungguh dilandasi dengan minat, ketertarikan, dan kecintaan yang kuat kepada Al Qur ‘an.

Dengan demikian anak-anak akan memiliki karakter keberagamaan yang kuat. Selama ini, TPA hanya mendidik anak-anak membaca dan menghafal Al Qur ‘an tanpa dilandasi karakter. Akibatnya, ketika mereka beranjak dewasa, Al Qur ‘an hanya menjadi bacaan yang kering tanpa makna.

Memanfaatkan perpustakaan desa untuk membuka layanan Kelompok Bermain akan membawa dampak ganda, yakni meningkatkan akses masyarakat menengah ke bawah terhadap pendidikan anak usia dini sekaligus meningkatkan mutu pendidikan anak usia dini itu sendiri.

Di tulis Oleh Romi Febriyanto Saputro, S.IP, PNS pada UPTD Perpustakaan Kabupaten Sragen

Aku Ingin Anak Lelakiku Menirumu

Ketika lahir, anak lelakiku gelap benar kulitnya, Lalu kubilang pada ayahnya: "Subhanallah, dia benar-benar mirip denganmu ya!" Suamiku menjawab: "Bukankah sesuai keinginanmu? Kau yang bilang kalau anak lelaki ingin seperti aku." Aku mengangguk. Suamiku kembali bekerja seperti biasa.

Ketika bayi kecilku berulang tahun pertama, aku mengusulkan perayaannya dengan mengkhatam kan Al Quran di rumah Lalu kubilang pada suamiku: "Supaya ia menjadi penghafal Kitabullah ya,Yah." Suamiku menatap padaku seraya pelan berkata: "Oh ya. Ide bagus itu."

Bayi kami itu, kami beri nama Ahmad, mengikuti panggilan Rasulnya. Tidak berapa lama, ia sudah pandai memanggil-manggil kami berdua: Ammaa. Apppaa. Lalu ia menunjuk pada dirinya seraya berkata: Ammat! Maksudnya ia Ahmad. Kami berdua sangat bahagia dengan kehadirannya.

Ahmad tumbuh jadi anak cerdas, persis seperti papanya. Pelajaran matematika sederhana sangat mudah dikuasainya. Ah, papanya memang jago matematika. Ia kebanggaan keluarganya. Sekarang pun sedang S3 di bidang Matematika.

Ketika Ahmad ulang tahun kelima, kami mengundang keluarga. Berdandan rapi kami semua. Tibalah saat Ahmad menjadi bosan dan agak mengesalkan. Tiba-tiba ia minta naik ke punggung papanya. Entah apa yang menyebabkan papanya begitu berang, mungkin menganggap Ahmad sudah sekolah, sudah terlalu besar untuk main kuda-kudaan, atau lantaran banyak tamu dan ia kelelahan.

Badan Ahmad terhempas ditolak papanya, wajahnya merah, tangisnya pecah, Muhammad terluka hatinya di hari ulang tahunnya kelima. Sejak hari itu, Ahamad jadi pendiam. Murung ke sekolah, menyendiri di rumah. Ia tak lagi suka bertanya, dan ia menjadi amat mudah marah.
Aku coba mendekati suamiku, dan menyampaikan alasanku. Ia sedang menyelesaikan papernya dan tak mau diganggu oleh urusan seremeh itu, katanya.

Tahun demi tahun berlalu. Tak terasa Ahmad telah selesai S1. Pemuda gagah, pandai dan pendiam telah membawakan aku seorang mantu dan seorang cucu. Ketika lahir, cucuku itu, istrinya berseru sambil tertawa-tawa lucu: "Subhanallah! Kulitnya gelap, Mas, persis seperti kulitmu!"

Ahmad menoleh dengan kaku, tampak ia tersinggung dan merasa malu. "Salahmu. Kamu yang ingin sendiri, kan. Kalau lelaki ingin seperti aku!"

Di tanganku, terajut ruang dan waktu. Terasa ada yang pedih di hatiku. Ada yang mencemaskan aku. Cucuku pulang ke rumah, bulan berlalu.

Kami, nenek dan kakeknya, datang bertamu. Ahmad kecil sedang digendong ayahnya. Menangis ia. Tiba-tiba Ahmad anakku menyergah sambil berteriak menghentak, "Ah, gimana sih, kok nggak dikasih pampers anak ini!" Dengan kasar disorongkannya bayi mungil itu.

Suamiku membaca korannya, tak tergerak oleh suasana. Ahmad, papa bayi ini, segera membersihkan dirinya di kamar mandi.

Aku, wanita tua, ruang dan waktu kurajut dalam pedih duka seorang istri danseorang ibu. Aku tak sanggup lagi menahan gelora di dada ini. Pecahlah tangisku serasa sudah berabad aku menyimpannya.

Aku rebut koran di tangan suamiku dan kukatakan padanya: "Dulu kau hempaskan Ahmad di lantai itu! Ulang tahun ke lima, kau ingat? Kau tolak ia merangkak di punggungmu! Dan ketika aku minta kau perbaiki, kau bilang kau sibuk sekali. Kau dengar? Kau dengar anakmu tadi? Dia tidak suka dipipisi. Dia asing dengan anaknya sendiri!"

Allahumma Shali ala Muhammad. Allahumma Shalli alaihi wassalaam.
Aku ingin anakku menirumu, wahai Nabi. Engkau membopong cucu-cucumu di punggungmu, engkau bermain berkejaran dengan mereka Engkau bahkan menengok seorang anak yang burung peliharaannya mati. Dan engkau pula yang berkata ketika seorang ibu merenggut bayinya dari gendonganmu, "Bekas najis ini bisa kuseka, tetapi apakah kau bisa menggantikan saraf halus yang putus di kepalanya?"

Aku memandang suamiku yang terpaku. Aku memandang anakku yang tegak diam bagai karang tajam. Kupandangi keduanya, berlinangan air mata. Aku tak boleh berputus asa dari Rahmat-Mu, ya Allah, bukankah begitu?

Lalu kuambil tangan suamiku, meski kaku, kubimbing ia mendekat kepada Ahmad. Kubawa tangannya menyisir kepala anaknya, yang berpuluh tahun tak merasakan sentuhan tangan seorang ayah yang didamba.

Dada Ahmad berguncang menerima belaian. Kukatakan di hadapan mereka berdua, "Lakukanlah ini, permintaan seorang yang akan dijemput ajal yang tak mampu mewariskan apa-apa: kecuali Cinta. Lakukanlah, demi setiap anak lelaki yang akan lahir dan menurunkan keturunan demi keturunan. Lakukanlah, untuk sebuah perubahan besar di rumah tangga kita! Juga di permukaan dunia. Tak akan pernah ada perdamaian selama anak laki-laki tak diajarkan rasa kasih dan sayang, ucapan kemesraan, sentuhan dan belaian, bukan hanya pelajaran untuk menjadi jantan seperti yang kalian pahami. Kegagahan tanpa perasaan.

Dua laki-laki dewasa mengambang air di mata mereka. Dua laki-laki dewasa dan seorang wanita tua terpaku di tempatnya. Memang tak mudah untuk berubah. Tapi harus dimulai. Aku serahkan bayi Ahmad ke pelukan suamiku. Aku bilang: "Tak ada kata terlambat untuk mulai, Sayang."

Dua laki-laki dewasa itu kini belajar kembali. Menggendong bersama, bergantian menggantikan popoknya, pura-pura merancang hari depan si bayi sambil tertawa-tawa berdua, membuka kisah-kisah lama mereka yang penuh kabut rahasia, dan menemukan betapa sesungguhnya di antara keduanya Allah menitipkan perasaan saling membutuhkan yang tak pernah terungkapkan dengan kata, atau sentuhan.

Kini tawa mereka memenuhi rongga dadaku yang sesak oleh bahagia, syukur pada-Mu Ya Allah! Engkaulah penolong satu-satunya ketika semua jalan tampak buntu. Engkaulah cahaya di ujung keputusasaanku.

Tiga laki-laki dalam hidupku aku titipkan mereka di tangan-Mu. Kelak, jika aku boleh bertemu dengannya, Nabiku, aku ingin sekali berkata: Ya, Nabi. aku telah mencoba sepenuh daya tenaga untuk mengajak mereka semua menirumu!

Amin, alhamdulillah

(Neno Warisman - 'Izinkan Aku Bertutur')

Neno Warisman: Pendidikan Harus Adopsi Nilai-Nilai Agama

Pemerhati pendidikan Neno Warisman menegaskan, ujian nasional yang diterapkan oleh pemerintah untuk menentukan kelulusan para siswa belum dapat dikatakan efektif, oleh karena itu pemerintah diminta untuk menyediakan alternatif lain untuk mengakomodir anak-anak yang tidak cocok dengan sistem tersebut.

"Saya bilang ini langkah yang bagus untuk sebagian anak, tetapi tidak bagus untuk sebagian anak lain. Kita ketahui bahwa anak beragam, mungkin ada anak-anak yang cocok dengan sistem seperti itu, tapi kita harus menyediakan alternatif untuk anak-anak yang tidak cocok dengan sistem seperti itu, "ujarnya di sela-sela Peluncuran Buku, di Lobi Gedung Nusantara V, Kompleks DPR, Jakarta, Senin (18/6).

Menurutnya, saat ini sekolah belum memberikan pengakuan terhadap adanya kecerdasan jamak (multiple intelijen), sehingga para siswa sering merasa tidak dihargai karena hanya dipandang dengan ukuran kepandaian (kognisi) saja.

"Sekolah hanya mengakomodir satu kecerdasan atau dua kecerdasan. Ini yang menjadi pangkal anak-anak merasa tidak berharga, marah, merasa dirinya tersia-siakan, dan mencari pelarian lain yaitu musik, seks dan narkoba. Kita sudah mengenal itu, kenapa kita tidak berusaha rendah hati mengatakan inilah kesalahannya, " tukasnya.

Lebih lanjut Neno menegaskan, untuk mencegah berlangsungnya pola pengasuhan yang salah, maka pemerintah perlu merubah sistem pengajaran dengan memberdayakan guru, sehingga para pendidik dan orang tua dapat menemukan bakat dasar terdapat dalam pribadi anak didik.
Ia menyarankan, agar pendidikan dapat mengadopsi nilai-nilai ajaran agama, misalnya mayoritas penduduk Indonesia merupakan umat Islam, dapat menerapkan pendekatan ajaran Rasulullah untuk anak-anak Islam, sehingga agama tidak lagi dijadikan mata pelajaran yang terpisah, namun menjadi bagian dari setiap mata pelajaran yang diajarkan disekolah.

"Kenapa kita mesti malu kita memegang agama, memang terbukti Rasulullah mendidik hanya 18 tahun atau 20 tahun sudah menjadi orang hebat, kenapa kita mesti malu, kenapa kita mengadopsi Barat, kenapa kita mengulangi kesalahan Barat, Baratnya kan sudah ambruk, "imbuhnya.(novel/eramuslim.com/Senin, 18 Jun 07 17:34 WIB)

Menanamkan Kejujuran Sejak Dini

Kejujuran adalah bibit kedamaian. Tatanan masyarakat akan tercipta dengan baik kala individu-individunya berselimutkan kejujuran. Jikakejujuran ditanamkan sejak dini, akan berbuah ketenangan di kemudian hari.Jumadi baru saja pulang dari kantor ketika anaknya, Ari (4 th)berlari menghampirinya. Ari tak peduli ayahnya kecapekan. Ia menubruk sang ayah yang sedang berjongkok melepas sepatu. Beberapa saat kemudian keduanya tenggelam dalam permainan kuda-kudaan. Sambil tertawa girang, Ari naik ke punggung ayahnya. Tangan kanannya menepuk-nepuk pundak sang ayah. Teriakan kecil ibunya dari ruang tengah yang menyuruhnya turun, tak digubris Ari. Ia tetap asyik menggebrak “kuda tunggangannya”.Permainan kuda-kudaan itu baru berhenti ketika terdengar suara pintu diketuk. Sang ayah buru-buru meminta anaknya turun dari punggungnya. Lalu buru-buru pula masuk ke kamarnya seraya berkata, “Ari yang buka pintu, ya. Kalau tamunya nyari ayah, bilang ayah tidak ada!”

Anak yang baru berusia 4 tahun itu segera menuju ke arah pintu dan membukanya. Begitu pintu dibuka seorang laki-laki menyapanya. Setelah mengucapkan salam, sambil tersenyum laki-laki itu berkata, “Ayahnya ada?”

“Mmm, kata ayah, ayah tidak ada,” Ari menjawab.Sang tamu tersenyum. Ia tahu tuan rumah sedang tak mau menerima tamu. Sambil tersenyum ia pamit pulang. “Sampaikan salam saya untuk ayahmu, ya. Dari Pak Hasan, gitu,” ujar si tamu.

Cerita seperti yang dialami Hasan dalam kisah di atas begitu akrab di telinga kita. Bahkan, kisah itu sudah menjadi semacam anekdot di setiap pembahasan tentang kejujuran. Ya, kadang tanpa sadar kita kerap melatih anak untuk bertindak tidak jujur. Kepenatan selepas kerja, kesibukan mengurusi keluarga atau berbagai permasalahan pribadi lainnya sering membuat kita tak sadar telah berbohong. Kadang sepele, memang. Seperti kisah di atas. Karena tak mau menemui tamunya, Jumadi “terpaksa” berbohong. Ironisnya tindakannya itu justru dilakukan di depan anak kecil yang begitu polos untuk diajak kerja sama.Jumadi tak sadar, dengan melakukan tindakan tersebut, ia telah menanamkan bibit virus. Mungkin virus tersebut kecil, tapi bisa berkembang biak menjadi besar dan mengakar pada kepribadian anak hingga dewasa. Padahal, tak begitu sulit bertindak jujur. Dalam kasus di atas Jumadi bisa saja terus terang mengatakan dirinya capek dan tidak siap menerima tamu. Tentu, sang tamu akan bisa memahami dan lebih bisa menerima ketimbang dibohongi.

Ketika anak melihat ketidakjujuran langsung di depan matanya, akan membekas dalam benaknya untuk meniru. Ironisnya, di antara orang yang akrab dengan anak adalah pembantu yang sebagian besar pendidikannya tidak terlalu bagus.

Selain contoh dari orang terdekat, kebiasaan berbohong pada anak juga bisa muncul lantaran sikap kasar orangtua. Anak-anak berbohong karena takut dimarahi atau diperlakukan kasar jika melakukan kesalahan. Misalnya, ketika Anto (sebut saja demikian) memecahkan guci kesayangan ibunya, terpaksa berbohong karena takut dimarahi. Sehingga, ketika orangtuanya bertanya, ia malah mengatakan bahwa kucing atau pembantulah yang memecahkan guci tersebut. “Bohong itu merupakan salah satu problem solving anak-anak untuk melepaskan diri dari ketakutannya,” ujar Ery Soekrisno, Psi. Karenanya, menurut Direktur Pendidikan Sekolah Islam Fitrah Al-Fikri, Studio Alam TVRI, Sukmajaya, Depok ini, kalau orang tua ingin agar anaknya jujur, ia harus menghindari marah berlebihan kepada anak.

Selain itu, anak-anak yang merasa dirinya kurang, baik secara fisik maupun non fisik, cenderung juga berbohong. Ia melakukan itu untuk menutupi kekurangannya. Misalnya, jika orangtua tak bisa menangani, anak yang selalu mendapat nilai rendah dalam ujiannya cenderung berdusta. Ia berbohong karena tak mau orang lain tahu kalau nilainya rendah.

Karenanya, orangtua harus berbuat sebijak mungkin menghadapi anaknya. Jangan membuat anak berbohong lantaran takut dimarahi. Ada kalanya juga anak berbohong hanya sekadar ingin mendapat perhatian. Misalnya, Fajar anak kelas IV sebuah SD di Jakarta selalu menjadi juara kedua di kelasnya. Meskipun tak menjadi juara pertama, Fajar membutuhkan perhatian, dorongan, dan semangat dari orang tuanya. Tapi orangtuanya bersikap biasa-biasa saja sehingga Fajar berbohong kepada orang tuanya. Fajar mengatakan, semester mendatang nilainya pasti turun karena hasil ulangan sehari-harinya selalu jelek. Bahkan, ia mengatakan sering mendapat hukuman dari gurunya karena sering terlambat masuk sekolah dan jarang mengerjakan tugas. Ternyata setelah rapor dibagikan, tidak ada nilai yang jelek. Bahkan, ada beberapa pelajaran yang nilainya naik dan Fajar menduduki peringkat pertama. Hal itu ia kerjakan hanya sekadar ingin diperhatikan oleh orang tuanya.

Namun sebagian anak ada yang sebenarnya tak bermaksud berbohong. Menurut Mohammad Fauzil Adhim, istilah ini dikenal dengan white lies. Anak berfantasi dan ia belum bisa membedakan antara fantasi dengan kenyataan. Apa yang sesungguhnya fantasi dianggap benar-benar nyata, sehingga ia mengungkapkannya kepada orang lain. “Ini bohong, tetapi anak sesungguhnya tak bermaksud berbohong,” ujar penulis buku bertema keluarga ini.
Ery Soekrisno, Psi juga sepakat dengan apa yang diungkapkan Fauzil Adhim. “Anak-anak yang mempunyai kecenderungan senang berbohong itu, sebetulnya tak boleh dilihat sebagai karakter. Karena, pada anak-anak, balita sampai usia 7 tahun, kadang-kadang masih sulit membedakan antara fantasi dengan riil,” tambahnya. Ibu empat orang putra ini memberikan contoh, “Ada anak yang bilang, “Aku kemarin juga ke Amerika.” Padahal yang benar, kemarin dia mendengar omongan kalau sepupunya baru dari Amerika. Anak seperti ini, sebenarnya tidak bermaksud bohong, tapi karena begitu takjub dengan cerita yang membuatnya menjadi bengong, akhirnya dia merasa ada di dalam cerita itu.

Faktor lain yang menyebabkan anak berdusta adalah karena berteman dengan mereka yang suka berbohong. Benar kata ungkapan, bahwa kalau ingin mengetahui akhlak seseorang, lihatlah temannya. Sebab, teman mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak.
Tontonan juga berpengaruh besar bagi anak. Mereka yang sering menyaksikan film anak-anak yang isinya penuh dengan tipuan dan bohongan, akan terpengaruh. Sebutnya misalnya sosok Nobita dalam film Doraemon. Sifatnya yang cengeng, nakal, cerewet, usil, suka membantah orangtuanya dan suka bohong jelas berpengaruh bagi anak.

Tak hanya TV, buku juga sangat berpengaruh pada sikap, perilaku dan kepribadian anak. Sayangnya, sangat sedikit buku-buku Islami yang bagus. “Beberapa penerbit tampak tak mempunyai konsep. Tepatnya tidak mengerti pembaca sasaran (target readers) yang digarap. Sehingga, maksud yang baik terkadang justru bisa berbalik membahayakan sikap mental dan cara berpikir anak. Ini terjadi karena penerbit tak memahami bagaimana membangun inner message pada buku anak,” tambah Mohammad Fauzil Adhim.

Masih menurut penulis buku Kupinang Engkau dengan Hamdalah ini, pengalaman juga mempengaruhi anak untuk bertindak tidak jujur. “Mereka yang mendapatkan suasana psikologis tak menyenangkan ketika jujur, dan sebaliknya memperoleh suasana psikologis positif ketika bersikap tidak jujur, akan membuatnya keranjingan berbohong,” tambahnya. Karenanya, ketika anak mengaku apa adanya, orangtua seharusnya memaklumi dan meluruskan pelan-pelan kesalahannya. Jangan justru menimpakan hukuman dan ancaman.

“Biasakan untuk tidak menekan anak,” tambah Ery Soekrisno. “Ketika anak bersalah, kita jangan langsung mencari sebabnya. Tapi kita berusaha untuk menyelesaikan masalahnya. Sebab, kata-kata kenapa, berarti harus ada pertanggungjawabannya. Padahal, anak-anak berbuat tidak jujur tak semua atas keinginannya, tapi lebih dominan karena ketidaktahuannya. Jadi, caranya tidak dengan menekan anak,” ujar ibu berputra empat ini.
Lebih penting dari itu adalah keteladanan. “Marilah kita belajar untuk berkata dengan qaulan sadida (berkata benar, red) kepada anak. Insya Allah anak akan belajar mempercayai kita sebagai orangtua. Bermula dari rasa percaya, anak akan mengembangkan sikap jujur terhadap orangtua. Hormati hak anak, sehingga ia merasa aman. Selain itu, marilah kita belajar menghargai anak ketika mengungkapkan kesalahannya. Bukan karena mendukung kesalahannya, tetapi karena kita menghargai keberaniannya untuk bersikap jujur,” ungkap Fauzil Adhim bijak. (nasrulloh.wordpress/10 Agustus 2007)

Yoyoh Yusroh: Program KB Langgar HAM

Usulan pemerintah untuk menghidupkan kembali program Keluarga Berencana, mendapat kecaman dari kalangan DPR. Anggota Komisi VIII DPR Yoyoh Yusroh menganggap, memiliki anak itu merupakan hak asasi manusia, oleh karena itu pemerintah diharapkan tidak membuat peraturan yang melanggar HAM.

"Mau punya satu, mau punya dua, mau punya banyak, gak mau punya anak pun itu HAM, jangan sampai pemerintah membuat peraturan yang melanggar HAM, " ujarnya kepada Eramuslim, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/7).

Menurutnya, pembatasan kelahiran anak apabila secara kasuistik, misalnya mengancam jiwa sang Ibu dan anak bisa dimaklumi, namun jika dibuat suatu peraturan yang bersifat umum berarti telah mendzalimi hak seseorang.

Lebih lanjut Yoyoh menyatakan, aturan pembatasan kelahiran yang sudah diberlakukan oleh negara China, ternyata tidak sama setiap wilayahnya tergantung kepadat jumlah penduduknya. Tetapi jika tetap ingin memiliki anak lebih dari kuota yang ditetapkan, keluarga tersebut mendapat kompensasi untuk membayar kepada negara berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan.

"Manusia tidak mempunyai kemampuan yang sama, Allah juga memberikan rizki dan sebagainya itu kan tidak sama, kalau satu keluarga hanya diatur hanya satu anak atau dua anak, mau menjadi negara apa, negara yang memaksakan kehendak, padahal laju pertumbuhan penduduk disuatu daerah tidak sama, " tandasnya.

Ia menyatakan, dalam ajaran Islam menunda atau mengatur kelahiran (tanzimulnassal) dengan alasan kesehatan yang disertai rekomendasi sekurang-kurangnya dua dokter masih diperbolehkan, tetapi apabila sudah sampai membatasi (tahdidunnassal) hanya satu atau dua perbuatan itu dilarang. (novel/eramuslim.com Selasa, 17 Jul 07 10:36 WIB)